JavaScript is required to view this page. Penanganan Stress Kerja

Minggu, 19 September 2010

Penanganan Stress Kerja

Seperti dibahas sebelumnya dalam Stress Kerja ; Definisi dan Faktor Penyebab, bahwa ada tiga sumber yang dapat menyebabkan timbulnya stress yakni Faktor Lingkungan, Faktor Organisasi dan Faktor Individu. Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76). Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk menibcrikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja.

Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.

1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental. Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan mcnjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial (Margiati, 1999:77-78):

1. Strategi Penanganan Individual
Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kogtiitif.
Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudlu bagi orang Islam, dan sebagainya.
b. Melakukan reiaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan medilasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan
pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
c. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:78).

2. Strategi-strategi Penanganan Organisasional.
Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan :
a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi
dengan menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.

b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik
dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.

c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stress ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang ambigious dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil sebuah peranan menemukan sebuah catatan ekspektansi dari masingmasing pengirim peran. Catatan ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.

d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling.
Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui kepentingan dalam
perencanaan karir dan pengembangan pekerja mercka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan slrategi karir sendiri.

3. Strategi Dukungan Sosial.
Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy (dalam Margiati, 1999:78) dan Goldberger & Breznitz (dalam Margiati, 1999:78).
Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi, atau sctldaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya (Minner dalam Margiati, 1999:78).
Ada empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan social (social support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi (personal wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Keith Davis & John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002:157-158) yang mengemukakan bahwa "Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stres management are social support, meditation, biofeedback and personal wellnes programs".
1. Pendekatan dukungan sosial.
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya: bennam game, dan bercanda.
2. Pendekatan melalui meditasi.
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran, mengcndorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit. Meditasi bias dilakukan di ruangan khusus.
3. Pendekatan melalui biofeedback.
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stress yang dialaminya.
4. Pendekatan kesehatan pribadi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.

Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis (Mangkunegara, 2002:158-159):
1. Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenamya tantangan dan tekanan cukup banyak.
2. Pola harmonis
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Individu tersebut selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan
antara dirinya dan lingkungan.
3. Pola patologis.
Pola patologis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksireaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.
Untuk menghadapi stres dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stres, dapat dilakukan dengan tiga strategi yailu, (a) memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres, (b) menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres, dan (c) meningkatkan daya tahan pribadi. Dalam strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumbersumber stres, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif. Strategi kedua, dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri. Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan emosi secara sadar, dan mcndapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Strategi ketiga, dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan ketrampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, pola-pola kerja yang teralur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik.

Sumber JurnalSumber Daya Manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar